Saturday, March 30, 2024

Paskah dari Ujung Bimasakti

"Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tangan-Nya; hari meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam. 

Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar; tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai ke ujung bumi."

Mazmur 19:2-5a

Ketika Raja Daud mengagumi semesta ciptaan Allah dalam Mazmur nan indah tadi, seperti inilah kosmologi yg ia pahami, dunia yang datar dan benda penerang langit berada dalam naungan kubah raksasa (רקיע "Raqia") yang menahan samudera mahabesar yang memberi langit warna birunya di siang hari. Samudera inilah yang diyakini para sarjana biblika sebagai "waters of chaos" yang tumpah ruah ke atas bumi dalam kisah Nuh dan sebagaimana chaos dalam Kejadian 1, saat kehidupan di reset kembali di titik nol.

Kita hidup hari ini dalam kesadaran yang telah jauh berbeda akan semesta & realita. Kita mengukur jarak kosmik dalam hitungan "tahun cahaya" (1 trilyun kilometer), yang berarti bahwa bintang kedua terdekat dari bumi setelah matahari adalah Proxima Centauri dimana cahaya yang terpancar darinya 40.2 tahun silam baru akan terlihat di langit kita malam ini. Bintang-bintang yang lebih jauh telah menjadi "cahaya-cahaya purbakala" di langit malam kita.

Kita berada di piringan luar cakram Bimasakti dengan jarak 28.000 tahun cahaya ke pusat galaksi. Jika kita mampu melihat cahaya dari sana malam ini, Maka itu adalah cahaya berusia 28.000 tahun yang baru tiba di lensa mata Anda hari ini. Dan tebak ada berapa galaksi dalam estimasi terbaru dalam semesta yang diketahui sains? Dua trilyun galaksi.

Jika kita menghitung satu hingga 1 juta secara nonstop, kita membutuhkan waktu 12 hari. Namun jika kita menghitung hingga 1 trilyun, dibutuhkan waktu 21.700 tahun untuk menyelesaikannya. Betapa besarnya semesta kita dan itu pun mungkin belum semuanya. Itulah kosmologi kita hari ini.


Paradoksnya, semakin berkembang pemahaman manusia, semakin misterius dan tak terselamilah semesta dan realita. Manusia semakin jauh dari "total/absolute certainty" (kepastian yang mutlak).

Maka pertanyaan berikutnya: 

Dapatkah kita memandang Allah dan pemahaman kita akan Allah secara lebih sederhana, tuntas dan lengkap ketimbang alam ciptaan-Nya yang luar biasa ini, sekalipun ia telah "terwahyukan" lewat Firman-Nya? Inikah definisi yang tepat ketika kita menyatakan Iman akan Firman Allah sebagai kebenaran yang tidak berubah?


Hari-hari ini kita diperhadapkan dengan polarisasi yang semakin menjadi-jadi. Liberal versus konservatif. Ortodoksi versus konstruktif. Keselamatan itu anugerah atau keselamatan itu manunggal dengan karya? Bagaimana kalau mungkin kedua-duanya? Keselamatan itu Eksklusif karena Kristus atau keselamatan itu Universal justru juga karena Kristus?



Maka lewat berita Paskah ini, Kristus yang menderita, wafat, dan bangkit ini, yang tanpa mampu terelakkan kita baca lewat lensa Abad 21 dengan CERN hadron collider-nya, dengan quantum computing-nya, dengan James Webb Telescope dan Parker Solar Probe nya. Lewat peradaban yang telah melalui era jelajah samudera, berbagai wabah pandemi, revolusi industri dan dua perang dunia. .. tidakkah berita Paskah akan termaknai secara bijaksana, relevan dan bernyawa, dan bahkan tegak lurus dalam tuntunan Roh Kudus Sang Kebenaran, jika Injil Kabar Baik itu, Kemuliaan Allah yang dipuisikan Raja Daud itu, membawa kita, tidak berhenti hingga pada tingginya pengetahuan, pada kemenangan dalam perdebatan, bukan pada prestasi membela "kebenaran", pada sebegitu kuatnya kepastian hingga lompatan Iman itu tidak lagi dibutuhkan, namun tidakkah ia juga harus termanifestasi dalam luas dan lebarnya ruang percakapan dan penerimaan?

Kita mungkin tidak sepakat namun dalam Kristus dan lewat semangat pengorbanan dan teladan mempersembahkan diri, bisakah kita tetap kerabat dan tetap sejawat?


Peter Enns, seorang teolog dan Profesor studi Biblika dari Eastern University Pennsylvania mengeskpresikan dalam salah satu podcast yang dibawakannya berjudul: "Staying Christian Is Hard, Isn't It?" bahwa dalam segala pemaknaan realita dimana kisah kuantum dan semesta tadi memberi cukup alasan bagi manusia milenial untuk tidak lagi menganggap serius akan Alkitab, Enns justru memandang bagaimana Injil masih tetap memberikan lensa yang tak tergantikan dalam melihat dunia dan realita.

Salib Kristus yang memutarbalikkan pemikiran dunia tentang kemuliaan dan kehinaan, menjungkirbalikkan prasangka bahwa kemalangan adalah kutuk, atau bahwa Allah adalah sang dewata penuh amarah yang perlu ditenangkan dengan kurban.

Berita Paskah adalah harapan bahwa dalam dunia yang penuh ketidakpastian dan misteri inilah dimungkinkan adanya harapan, cinta dan kebaikan.


Mari menyadari bahwa Allah memanggil kita, tidak berhenti pada demonstrasi kebenaran dan kekuatan, namun sejatinya untuk menubuhkan pengorbanan-Nya yang membawa keselamatan.

Maka rekan dan kerabat terkasih, selamat merayakan kebangkitan, kasih dan pengharapan.


Tuhan Yesus memberkati.


Felix Zhao ------------------------


Versi video refleksi ini dapat diakses di sini.


** Silakan memberikan komentar dan sharing pengalaman Anda di bagian komentar dan membagikan tulisan ini kepada siapa saja yang mungkin tertarik atau membutuhkan. Terima kasih.


Refleksi lainnya :

No comments:

Post a Comment