Yohanes 9:2-3
Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: "Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?"
Jawab Yesus: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia."
"Apakah ini karena hukuman Tuhan?"
"Ini hukuman Tuhan karena wilayah itu penuh orang yang tidak seiman dengan kita" atau "karena di situ sarang maksiat!"
"Si A selamat padahal sekitarnya kena semua, itu karena ia berdoa."
"Kita harus berdoa agar pagar perlindungan Tuhan tidak diangkat dari kita."
Pernah mendengar kalimat atau narasi demikian? Ketika baru-baru ini terjadi kebakaran hutan hebat di kawasan Los Angeles, Amerika Serikat, media sosial dipenuhi dengan para "nabi" & pengkhotbah dadakan & kambuhan. Di sini pun tak ada bedanya, hal serupa terjadi pula saat berbagai bencana terjadi di dalam negeri.
Mengapa sikap dan pola pikir demikian bermasalah dan sejujurnya sangat mengesalkan bagi saya?
- Karena ia menunjukkan pemahaman yg dangkal akan kuasa maupun misteri karya Allah. Jika Allah memang menghakimi Dia tdk mengenal collateral damage (Kej 18:25), dlm kasus kebakaran LA, menuduh "dosa" Holywood, padahal lokasi korban jauh dari sana, sama saja mengatakan bahwa Allah itu rabun & tidak bisa membidik. Namun fakta bahwa segala kalangan jadi korban sudah meruntuhkan argumen tadi.
- Masih terkait misteri, narasi tadi tidak sejalan dgn pesan-pesan kontra atau "anti mainstream" yang dilestarikan dalam Alkitab. Mulai dari kitab Ayub, Mazmur, Yunus dam lainnya, semua tidak men-"sensor" kenyataan bahwa orang beriman pun bisa menderita kemalangan & orang jahat seolah diluputkan. Selain itu saat bermurah hati, Allah tdk tunduk pada siapa yg kita pandang layak (Rm 9:15, Yun 4:11), meskipun kita menggunakan ayat-ayat sebagai pembelaan maupun senjata. "Ketidakadilan" dan pertanyaan sulit terkait hal inilah yg mendewasakan iman. Sedangkan bicara soal brain rot karena keseringan menkonsumsi konten rendah mutu, saya khawatir bahwa aksi mencari pengikut dengan cara menebar ajaran berkat-kutuk transaksional yg naif dan mengada-ada hanya akan menahan kerohanian dan iman kita tetap kerdil, belum lagi faham kesalehan "egosentris" macam ini cenderung memanfaatkan kemalangan sesama untuk melontarkan tuduhan dan penghakiman yang tidak menolong siapapun selain menyakiti perasaan para korban.
- Teologi pembalasan apalagi dgn kekerasan bukanlah jalan, karya & perutusan Yesus yg kepadanya kita dipanggil (Luk 4:18-19). Karenanya, saya tidak pernah simpati dengan konten clickbait dan ruang gaung yang menarasikan bahwa Allah membalas perlakuan tidak hormat seseorang dengan musibah atau kejadian mengerikan. Bukannya saya permisif dengan sikap tak hormat pada Allah, namun saya berada pada posisi yang beropini bahwa sebaiknya kita menjaga sikap kita sendiri pada Allah dan sesama. Selebihnya, tidakkah kita bersukacita jika mereka akhirnya diberi kesempatan menyadari dan akhirnya mengasihi Allah? Patut direnungkan bahwa kita cenderung menginginkan keadilan dan menyerukan konsekuansi atau kualat jika itu dosa orang lain, namun jika itu dosa kita, kita pasti menginginkan anugerah dan keringanan. Saya takkan lelah mengulangi bahwa "Gehenna" yang digunakan Yesus Kristus, yang kemudian diterjemahkan sebagai "neraka" dalam Injil penuh nuansa alegori dan sepantasnya terbuka untuk interpretasi dan negosiasi, sedangkan perintah (sebagai kesimpulan kisah "hukuman Allah" tersebut) yakni untuk bermurah hati adalah literal & tak bisa ditawar-tawar.
Dalam kutipan Yohanes 9 di atas Yesus melanjutkan di ayat 4 dengan pernyataan ini:
"Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja"
Saya pikir cukuplah sudah menganalisa sebab adanya bencana dan derita karena lazimnya ia akan berakhir menjadi sarana dehumanisasi, penghakiman, sekaligus pencitraan kesalehan semu kita sendiri. Bukankah ketika hari masih siang, ketika waktu masih memungkinkan, ketika kita masih hidup dan diberi kemampuan, bahkan ketika Yesus telah hadir dalam dunia dan hidup kita, bukankah pekerjaan Allah yang mengutus itu yang perlu diutamakan? Mari dalam memaknai Allah dan karya-Nya kita pun ikut berkarya menjadi sandaran bahkan fulcrum (titik ungkit) untuk mengangkat derajat hidup mereka yang membutuhkan atau ditimpa kemalangan, karena di sanalah Yesus menghadirkan diri-Nya agar baik yang menolong atau ditolong berjalan bersama salib yang dipanggul oleh Sang Penebus yang sama setia selamanya.
Berkah dalem.
FZ 趙健忠
#6of30 #30harimenulis
Silakan klik beberapa kisah di bawah ini untuk membaca blog lengkapnya ...
No comments:
Post a Comment