Hari ini umat Gereja Katolik Roma bersama berbagai Gereja yang mengamati "kalender liturgi", merayakan Hari Raya "Rabu Abu" sebagai awal masa pertobatan, sebulan menjelang Paskah. Tahun ini ijinkan saya merefleksikan "abu" secara singkat sebagai sarana memahami kembali, mengafirmasi, sekaligus kritisi terhadap makna kata "tradisi".
Telah sekian lama terdapat kecenderungan "anti tradisi" yg dihembuskan oleh kalangan fundamentalis tertentu dlm kekristenan. Mereka memanfaatkan kecenderungan banyak komunitas utk mengidentifikasikan diri simply sbg "Kristen" saja, which is fine, hingga saat ia tak lagi bisa ditoleransi, yakni saat retorika & faham yg mereka tebarkan di berbagai (sosial) media hari-hari ini berupaya membenarkan diri melalui misinfomasi.
Mereka memposisikan tafsir khas mereka akan kitab suci sebagai satu-satunya kebenaran absolut dan ilahi, dan dengan itu mereka "mengkafirkan" umat Kristiani lainnya lantaran perbedaan konstruksi & posisi teologis, seperti perihal syarat keselamatan, baptisan, perihal sakramen, doa, penghormatan orang kudus, tentang metodologi tafsir kitab suci, universalime (pada akhirnya semua akan dipersatukan dalam Kristus) versus eksklusivisme keselamatan kristiani (semua harus mengikuti formula doa "terima Yesus", jika tidak, tidak selamat*) dan lain sebagainya.
Matius 11:12 (TB) Sejak tampilnya Yohanes Pembaptis hingga sekarang, Kerajaan Sorga diserong dan orang yang menyerongnya mencoba menguasainya.
Matius 11:212 (NET) [From the days of John the Baptist until now the kingdom of heaven has suffered violence, and forceful people lay hold of it.]
Saya memahami, sebagai salah satu kekuatan pendorong peradaban dunia, Kekristenan telah menjadi "komoditi" menggiurkan bagi banyak petualang & oportunis demi mendulang dua hal yang bersandingan dengan "gospel" (pesan Injil) dalam semboyan jelajah samudera beberapa abad silam yakni "gold" (kekayaan) & "glory" (kejayaan). Dalam perspektif tersebut kita dapat memahami sikap mereka yang tidak transparan ini, bahwa sebenarnya sikap "anti tradisi" JUGA adalah TRADISI yang berkamuflase.
Mengakui afiliasi dengan tradisi tertentu akan memaksa mereka mengakui masa lalu yang kelam atau problematik, seperti misalnya pembiaran dan dukungan tradisi tertentu terhadap perbudakan dan diskriminasi ras di masa lalu yang semangatnya masih bertahan hingga hari ini, atau tradisi lainnya yang pernah menindas penganut kristen lainnya kala mereka berkuasa, atau tradis tertentu yang dikenal dengan banyaknya skandal eksploitasi baik seksual maupun finansial dari para rohaniwan mereka, dan masih banyak lagi. Fakta sejarah ini tentu tidak "menguntungkan" bagi upaya mereka dalam membangun image, simpati, status quo & pengaruh, dasarnya insecurity atau ketidakpercayaan diri inilah yang melahirkan tradisionalisme atau fundamentalisme dan inilah justru yg merusak keluhuran tradisi iman.
Mengklaim bahwa kita tidak mengikuti tradisi iman tertentu adalah sama absurdnya dengan mengklaim bahwa kita tidak "berteologi", keduanya berasal dari kenaifan dan kurangnya pemahaman. Sementara teologi adalah proses tak terelakkan bagi insan yang memaknai Allah, yang berdoa, beriman, membaca kitab suci dan mempercayainya, tradisi iman atau tradisi kristiani adalah sesederhana menjalankan praktek spiritual dan menganut pemahaman teologis tertentu dan meneruskan "hal baik" tersebut kepada penerus kita. Bahkan sekuat apapun penyangkalan yang dilakukan, kitab suci adalah "produk" dari tradisi iman, mulai dari Judaisme purba di zaman besi, hingga abad awal masehi.
Akhirnya, menyadari tradisi Iman kita bukanlah aib melainkan jalan yg mulia, edukatif & positif bagi pengenalan diri & pertumbuhan rohani.
"Tradisi bukanlah penyembahan terhadap terhadap abu, namun pelestarian akan api." (Gustav Mahler)
"Tradisi adalah iman yg HIDUP dari mereka yang telah berpulang, tradisionalisme adalah iman yang mati dari mereka yang masih hidup, dan itulah yang mencoreng nama tradisi." (Jaroslav Pelikan)
Berkah Dalem
FZ 趙健忠 🌈🙏☦
#7of30 #30harimenulis
* Yang dimaksud dengan "selamat" terbatas pada pengertian masuk surga setelah kematian, dan sebaliknya, yang tidak selamat masuk dalam neraka sebagai penghukuman kekal atas dosa-dosa selama hidup.
Untuk referensi diskusi tentang eksklusivisme dan tendensi anti tradisi yang berstandar ganda di kalangan fundamentalis, dapat disimak konten berikut dari Kate Boyd dan Pete Enns. (klik di nama mereka masing-masing)
Silakan klik beberapa kisah di bawah ini untuk membaca blog lengkapnya ...
Ketika keyakinan kita malah menjadi hal yang toxic bagi dunia ..
No comments:
Post a Comment