Saturday, June 24, 2017

Honey(Lemon-Ginger)Moon


Saya tidak mengklaim paling patuh, namun jika dengan keterbatasan ini saja Tuhan telah berkarya demikian indah, apalagi jika kita semua bisa memiliki ketaatan bagai Abraham dan kerendahan hati bagaikan Nabi Musa.
Ijinkan Saya berbagi .. bukan pamer, sekedar berbagi krn mgkn saja ada yg membutuhkannya saat ini. Berikut kisah Saya..
Liburan panjang ini merupakan masa yg menyenangkan dan anugerah tersendiri bagi kami sekeluarga. Di saat banyak keluarga mengeluhkan ketiadaan para PRT dan mulai kelimpungan, lelah dan tertekan, kami justru menikmati kegembiraan dan berkah walau keadaan kami pun tak jauh berbeda. Kedua putra kami sudah cukup umur utk terlibat mengerjakan pekerjaan rumah dan kami membagi tugas berdasarkan kesukarelaan apa saja yg hendak ditangani, yg sulung menjadi PIC "lipat baju" sedangakan adiknya bertanggung jawab mencuci piring. Saya memastikan kebun tetap rapi dan diairi, pakaian tercuci bersih dan kering. Alhasil istri Saya bisa menikmati liburan tahun ajaran (yes, she's a teacher) tanpa beban kerja yg segunung.
Sore ini kami baru saja menikmati senangnya bermain "api unggun", well .. sebenarnya sih cuma akal2 Saya supaya bisa membakar daun2 kering dan sampah kertas, tapi kali ini Saya mencoba mengusulkan utk membuat tungku sederhana dari batu bata dan di atasnya kami letakkan teko berisi air yg akan dijadikan air hangat untuk mandi sore, hitung2 hemat gas .. seru sekali krn di halaman belakang kami menemukan suasana outdoor sambil memperkenalkan anak2 pada kesederhanaan tempo dulu sebelum ada bahan bakar, gas dll.
Kami juga baru saja mengalihfungsikan gudang kami menjadi kamar, krn memang sdh saat nya anak2 punya kamar tidur sendiri. Untuk maksud itupun Tuhan nampaknya menggerakkan langit dan bumi utk menyedikan apa yg kami butuhkan. Dari sisi "bumi" singkat cerita kami memperoleh rejeki dari sumber yg tdk terduga, tentunya setelah bbrp tahun ini bekerja dengan setia dan fokus. 
Dari sisi "langit" ceritanya cukup menarik. Kami mengikuti salah satu kegiatan serupa retreat yg dikhususkan bagi suami istri. Pada awalnya (kira2 dua tahun sebelumnya) kami sering menghindari salah satu pasangan suami istri yg sudah berumur di perumahan kami yg kerap kali mengajak kami utk mengikuti kegiatan tsb, dari sisi "bumi" memang krn biaya nya yg tdk bisa dibilang murah utk keadaan finansial kami saat ini. Namun di sisi lain kami juga krn "sreg" karena mulanya kami merasa seperti "diprospek" oleh seorang sales, diajak & ditanyai terus menerus. Belum lagi betapa merepotkan & mengkhawatirkannya jika anak2 harus kami titipkan ke mertua Saya selama 3 hari 2 malam. 
Namun faktor terbesar dari diri Saya sendiri adalah keyakinan dalam diri Saya saat itu bahwa retreat tersebut tidak akan banyak membawa manfaat.
Meskipun layaknya semua keluarga, kami semua khususnya Saya dan istri mengalami pasang surut dalam relasi, saat itu Saya tetap berkeyakinan bahwa apa yg telah Saya ketahui terutama secara spiritual, segala retreat, rekoleksi, pertemuan doa, konser doa, pelatihan evangelisasi, terlibat dalam 1001 macam pelayanan gerejawi, you name it man, been there done that, semua sudah terlalu banyak, bahkan sudah pekat & jenuh. Tegar tengkuk memang Saya ini!
Tidak dapat disangkal, saat itu Saya memang tengah bergulat juga dgn tanda tanya, "Jika apa yg telah Saya ketahui dan jalankan sudah baik dan ideal, mengapa masih begitu banyak masalah yg menemui jalan buntu atau setidaknya penundaan yg entah kapan selesai?" Sejak mama meninggal dunia, memang banyak kejadian2, permasalahan dan kegagalan2 yg membuat depresi dan "panic attacks" datang menghempas Saya seperti ombak pantai yg tdk kunjung berhenti. Akhirnya pekerjaan, usaha dan keharmonisan hubungan rumah tangga kami pun menjadi korban dan beberapa kali konflik2 yg terjadi nyaris berakibat fatal.
Di saat itulah datang "kejutan" bahwa ternyata kami mendapat rekomendasi dan keringanan biaya utk mengikuti retreat couples tsb, maka seolah gayung bersambut, kami menyatakan komitmen akan mengikutinya. Belum selesai masalah satu, nampaknya ujian akhir baru tiba menjelang hari H.
Seminggu sebelum tanggal acara, mobil yg akan kami gunakan (yg kondisi nya juga tidak terlalu prima) mengalami kerusakan dan kami harus mengeluarkan biaya cukup besar utk perbaikan, namun sekali lagi, kami memandang masalah ini sebagai "tantangan" menuju pertempuran iman dan akhirnya (mudah2an) kemenangan. Maka setelah kami berkomitmen mereparasi mobil UNTUK kemudian tetap berangkat, Tuhan kembali menyediakan segala keperluan tsb.
Tiba hari H dan dgn susah payah penuh kekhawatiran namun juga harapan kami tiba juga di resort tempat retreat tsb diadakan. Tanpa disangka, kami merasa sangat kerasan baik dgn acara, mekanisme sesi dan suasana nya. Terlalu panjang jika Saya bagikan di sini, namun singkat cerita, saat ketaatan kami bertemu dgn kuasa Tuhan, meski pembicaranya kebanyakan baca teks dan menurut Saya kurang interaktif, meski kami tidak berinteraksi kecuali hanya fokus pd pasangan masing2, Saya & istri menemukan banyak mutiara2 berharga yg secara mengejutkan setelah hampir 10 tahun menikah baru kami sadari. Di saat yg sangat langka itulah kami dpt mendiskusikan hal2 yg paling sensitif, menyedihkan,bahkan menyakitkan dan saat semua perasaan dituangkan dgn baik dan benar, keintiman terjalin kembali. Konflik2 ternyata begitu mudah dan singkat penyelesaiannya dan relasi yg dpt dijaga, dipulihkan bahkan didekatkan dgn cara2 yg tak kami pikirkan sebelumnya. Kami pulang dari sana dgn hati yg sangat ringan. Saya pribadi merasa lebih "confident" karena ternyata pembekalan yg kami terima memungkinkan kami menerima satu sama lain dgn lebih baik dan mengatasi perbedaan2 dgn lebih cepat dan tuntas. Yang selalu kami ingat hingga hari ini adalah "Dunia mengedepankan prestasi, tetapi keluarga berlandaskan Kristus haruslah mendahulukan relasi, karena prestasi akan menyusul jika relasi pernikahan baik dan sehat." Sepulang dari retreat tsb kami mengambil sejumlah keputusan yg tdk pernah terpikirkan sebelumnya namun benar2 telah menambah damai dan sukacita dlm rumah tangga kami.
Kerendahan hati memang mrpk segala2nya dlm hidup org percaya, tdk ada iman, pengharapan atau kasih yg paripurna tuntas tanpa demonstrasi kita utk menempatkan diri lebih rendah dan terkemudian. Saya teringat ucapan seorang rohaniwan, "Tuhan tdk pernah menyeret Anda ke neraka, Anda memiliki kebebasan memilih yg teramat sakral antara keinginan utk menyerah pada kehendak Tuhan atau menolak tunduk dimana Ia kemudian akan mengijinkan keinginan kita (yg tanpa Dia selalu akhirnya menjadi malapetaka) terjadi"
Saya tidak mengklaim paling patuh, namun jika dengan keterbatasan ini saja Tuhan telah berkarya demikian indah, apalagi jika kita semua bisa memiliki ketaatan bagai Abraham dan kerendahan hati bagaikan Nabi Musa. Ijinkan Saya mengajak rekan2, mari kita tunjukkan iman, pengharapan dan kasih kita kepada Tuhan melalui kesediaan utk diajar oleh apa dan siapa saja. Selama kita menjadi gelas yg kosong barulah kita bisa dipenuhi dan diperbaharui. Berbahagialah mereka yg lapar, haus dan mengetuk, mereka akan menemukan kepuasan dari Tuhan yg Maha Kasih.

God bless you my friends,
FZ