Yesaya 2:3,4b - "dan banyak suku bangsa akan pergi serta berkata: "Mari, kita naik ke gunung TUHAN, ke rumah Allah Yakub, supaya Ia mengajar kita tentang jalan-jalan-Nya, dan supaya kita berjalan menempuhnya; sebab dari Sion akan keluar pengajaran dan firman TUHAN dari Yerusalem.. bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang."
Bacaan lainnya (Liturgi Minggu Pertama Adven): Yesaya 2:1-5; Roma 13:11-14; Matius 24:37-44 .. (Klik pula tautan ini untuk memberi dukungan dan berbagi inspirasi) 🫰🙏💕
Lagu bertema Natal klasik mengalun bergantian antara Nat King Cole, Andy Williams dan Frank Sinatra, ditemani lampu2 bercahaya hangat & lembut, aroma penganan memenuhi udara malam saat akhir pekan kami melepas lelah di sebuah kompleks niaga kuliner outdoor baru, dekat dengan rumah.
Disamping tumpukan tugas untuk dirampungkan sebelum sejenak hibernasi dalam romansa salju sintetik, cemara plastik, mainan tentara, melodi lonceng, merah & santa, minuman hangat dlm udara dingin artifisial, sejumlah tanya eksistensial akhirnya membuncah, menambah parah gelisah.
Apa ada sisa asa menggebu mendalam ketika inkarnasi, penebusan, selamat, dosa, rahmat & eskaton (hari Tuhan, kesusahan jaman) itu pun telah terdekonstruksi begitu rupa?
Maksudnya? Bersama kami yang jengah melihat praktek-praktek tak manusiawi dan hipokrit dari para "pembela iman", yang lantas (kami) malah menceburkan diri dalam studi pembacaan Kitab Suci yang kritis terhadap sejarah pembentukan tafsir, mari menelusur langkah ke belakang, ke sumber, the reason for this season, kata kaum evangelikal.
Kebanyakan kita yang sudah kronis bergereja dan stadium lanjut dalam membaca Alkitab akan menjawab pertanyaan mengapa gembira akan Natal sebagai berikut:
"Saya gembira karena Natal memperingati kedatangan Yesus ke dunia, Dia datang untuk keselamatan dunia (saya), maksudnya, Dia mengorbankan diri menggantikan saya menanggung hukuman dosa saya, supaya diampuni Allah, terhindar dari neraka dan kelak hidup selamanya di surga."
Masalahnya, berkebalikan dengan tumbuh yang harusnya ke atas bukan ke samping, penggambaran surga dan keselamatan yang vertikal eskapis (exit earth, kabur dari bumi) ala ajaran rapture disepensasionalisme, tidaklah sesuai dengan kitab Wahyu yang justru menggambarkan kepenuhan datangnya kerajaan Allah di sini, bersama kita, "bumi yang baru" (Wahyu 21:2).
Senada, Perjanjian Lama pun menubuatkan hari akhir sebagai pemulihan yang
terjadi di tengah manusia dan seluruh ciptaan dimana kejahatan berakhir selamanya (Yesaya 11:6-9). Bagaimanapun wujud kekekalan itu, ia telah dimulai dengan inkarnasi Kristus dan menuju penggenapannya hari ini dan di sini. Tapi lihatlah betapa banyak pengikut Kristus yang hari ini tidak ambil pusing dengan kerusakan tatanan sosial dan ekologi, semua lahir dari terkilirnya teologi yang melihat bumi ini sebagai dunia yang disposable. 🗑️

Belum lagi perkara istilah "keselamatan" dan "berkorban menggantikan" , yang dikenal
sebagai teori PSA (penal substitutionary atonement atau penebusan melalui pertukaran penanggung hukuman) yang (betapa terkejutnya saat saya memahami bahwa ia) merupakan - ya - salah satu teori atau pendekatan teologis tentang karya salib Kristus. Masing-masing mempunyai dasar biblika nya dan juga kelemahan (blind spot) masing-masing. Silakan meriset secara mandiri. Singkatnya, Dr. Jennifer Garcia-Bashaw merangkum kaleidoskop perspektif penebusan menjadi lima: Christus Victor, Satisfactory Theory, PSA, Moral Exemplary dan yang terkini, Scapegoat Theory.Akhirnya, yang menjadi paku peti mati kenaifan terakhir bagi saya adalah telaah tentang tujuan inkarnasi.
Yohanes 1:14a (TB) "Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita"
Bagian pertama klausa di atas diambil dari teks asli Yunani kuno (koine): "και ο λογοσ σαρξ εγένετο / kai ho logos sarx egeneto", dan σαρξ "sarx" (menjadi akar istilah "sarkos" atau "sarkofagus") digunakan secara universal untuk segala yang memiliki jasad atau rupa fisik dan mengindikasikan segala yang ada di alam yang nampak, bukan hanya manusia sebagaimana biasa dirujuk menggunakan σωμα "soma" (yang menjadi akar istilah "psikosomatis").Apa implikasinya? Jika Kristus turun mengambil rupa fisik dan ciptaan, tidakkan Dia turut menebus dan membebaskan segala ciptaan? Mengapa kita yang diberi kemampuan dan harkat begitu tinggi tidak menjadi penegak dari mandat ilahi pemulihan segala ciptaan tersebut, malah sebaliknya, lewat misinterpretasi ayat melahirkan teologi antroposentris (berpusat melulu pada manusia) yang bernada dominasi, beraura manipulasi dan eksploitasi nan egois & narsisistik?
Sampai titik ini, setelah perspektif "penebusan", "eskaton" dan "inkarnasi" mengalami dekonstruksi, renovasi dan renegosiasi sedemikian, semoga dapat dipahami mengapa krisis yang berubah wajah melahirkan pula harapan dan antisipasi berbeda. Sedihnya apa yang dulu nampak sebagai damai dan kebaikan, menampilkan apa yang lebih menyerupai skandal yang memilukan. Dan disinilah, meski dunia nampak gelap, kebaikan tersandera dan kebenaran terpasung, Adven menjadi "lompatan iman" yang diajukan tepat pada waktunya.
Lantas, apa masih ada teduh senandung batin tersisa bagi kita manusia tropis urban, buruh korporat ini selain alasan psikologis pragmatis di atas, yang masih dapat terkait dengan narasi "damai Natal"?
Pertanyaan ini kian mendesak mengingat perayaan populer "Thanksgiving" yang
mendahului masa Adven juga sesuatu yang historically controversial, keturunan kaum migran yang majemuk di negeri Paman Sam dikultur-kondisikan bersyukur atas berkat, tanah, rejeki, semua yang diperoleh langsung ataupun tidak dari pengusiran serta pembersihan etnis, dari perbudakan serta diskriminasi, praktek-praktek yang lahir dari ilusi ketidakcukupan yang melahirkan keserakahan, pemerasan, pesta dan syukuran yang berdiri tegak dan tertata rapi di atas tonggak-tonggak dosa struktural yang hari-hari ini justru berjalan mundur dalam penyangkalan dan pengaburan sejarah (koq familiar dengan keadaan kesultanan konoha?)Apakah yang bisa memberi harap hangat di tengah berita duka bencana, tirani dan trauma di mana-mana? Bagaimana merasionalisasi nikmat sajian sedangkan pramusaji dan barista yang menghidangkan mgkn menyimpan duka atau cemas utk tahun mendatang di balik rapinya seragam & senyuman yg ditugaskan? Bagaimana saya dapat pura-pura tak tahu bahwa utk kemeriahan ini, kejamnya marginalisasi pernah dan masih (akan) terjadi?
Liturgi minggu pertama adven ini merangkum confession of chaos ini menjadi harapan
serta doa profetik (kenabian). Ketika jalan ke Bethlehem demikian terjal, The God of Desember, Sang Akhir, akan tiba, kuasa berlandaskan takut, serakah, eksploitasi dan perang takkan ada lagi, suku bangsa (orang biasa, rakyat jelata) yang berjumpa Sang Sabda, akan jadi mereka yang menata dunia. Kasih akan berkumandang dan kejahatan takkan lagi memberi laba sepadan.Roma 8:3 (TB) Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging,
Natal memang takkan terasa Desember lagi, karena Sang Akhir sedang dan akan tiba, dan Natal akan sungguh jadi kabar baik bagi semua. Dan dengan iman itu, lilin pertama Adven menyala.🕯️
FZ趙健忠☦️✍️🕊️📚
#73of100 #100kalimenulis #100tulisan


.jpeg)





No comments:
Post a Comment