Apa sih contoh hal-hal yang menuntut pemikiran kritis kita tentang
Alkitab? (karena beriman secara naif dan irasional itu berbahaya)
1.
Kontradiksi & mutli-vokalitas
1.1. Contoh 1: Perbedaan urutan penciptaan. Manusia diciptakan dalam urutan terakhir (Kej 1:26), sedangkan dalam Kej 2:9,19, manusia diciptakan sebelum tumbuhan dan hewan-hewan.
1.2.
Contoh 2: Perbedaan jenis binatang yang
diperintahkan Allah untuk dikumpulkan oleh Nuh ke dalam bahtera sebelum air
bah.
1.2.1.
Kejadian 6:19-20 menjelaskan bahwa semua hewan
dibawa masing-masing SATU pasang, jantan dan betina,
1.2.2.
sedangkan dalam Kejadian 7:2-3 dikatakan bahwa
dari hewan yang “haram” harus diambil TUJUH pasang dan hewan haram SATU pasang
saja.
Dan lagi, Hukum tentang
haram versus tahir baru ada jauh kemudian setelah Israel keluar dari Mesir. Ataukah
kisah ini disusun pasca eksodus dari Mesir?
1.3.
Contoh 3: Kontradiksi perintah dalam
memperlakukan budak.
1.3.1.
Keluaran 21: bangsa Israel boleh memperbudak sesamanya,
istri dan anak yang kemudian lahir setelah perbudakan tidak dapat dibebaskan.
1.3.2.
Namun, Ulangan 15:12-18 mengatakan: budak
laki-laki MAUPUN perempuan Ibrani dapat dibebaskan setelah mengabdi selama 6
tahun.
1.3.3.
Dalam Imamat 25:39-43, bangsa Israel DILARANG
memperbudak sesamanya, melainkan harus mengupah lantas dibebaskan pada tahun
“Yobel”.
1.4.
Contoh 4: Buah dari kesalehan tidaklah selalu
berkah dan mereka yang jahat tidak selalu terjerat hukum.
1.4.1.
Ketika Allah menjanjikan berkat bagi yang saleh
(Ul 28:1-2), Ayub malah mengalami tragedi besar (Ayub 1:1-22).
1.4.2.
Ketika Amsal 10:3 menjanjikan orang benar akan
dipuaskan, Pengkhotbah 7:15 menggambarkan orang fasik yang mendapatkan apa yang
mereka inginkan, begitu pula lewat keluhan Ahur bin Yake (Amsal 30).
1.5.
Dan nampaknya Alkitab tidak selalu sepakat
mengenai siapakah yang Allah kutuk atau berkati dan ampuni. Contoh ..
1.5.1.
Kota Niniwe diampuni Allah menurut kitab Yunus
namun dihukum dalam kitab Nahun dan Zefanya.
1.5.2.
Yehu, raja Israel, menumpas Izebel dan keluarga
raja Ahab atas perintah Allah (2Raj 9 & 10), namun dikecam dalam Hosea 1:4
sebagai “hutang darah”, apakah framing ini dilakukan oleh pihak dengan dua
agenda berbeda?
1.6.
Kronologi yang berbeda terkait kelahiran, silsilah
dan lama pelayanan Yesus Kristus. Mat 1:6-7 menyebutkan garis keturunan Yusuf
dari Salomo, sedangkan Luk 3:31 menarik garis silsilah dari Natan. Injil-injil
Sinoptik (Matius, Markus dan Lukas) menuturkan bahwa Yesus hanya melayani
selama sekitar setahun, sedangakan Injil Yohanes menggambarkan dari
jumlah perayaan Paskah bahwa Yesus melayani selama sekitar 3 tahun.
1.7.
Dalam Injil-injil Sinoptik (Matius, Markus,
Lukas), “pengudusan” Bait Allah dimana Yesus mengusir para pedagang dan penukar
uang dilakukan menjelang akhir pelayanan-Nya (menjelang penyaliban), namun
dalam Injil Yohanes hal itu dilakukan di awal pelayanan-Nya.
1.8.
KESELAMATAN.. it’s not that simple. Rasul Paulus
menekankan pentingnya iman dibandingkan perbuatan sebagai gambaran keselamatan dalam
Kristus (Roma 3:28) sedangkan Surat Yakobus (Yakobus 2:24) menekankan bahwa
iman perlu dibuktikan melalui perbuatan baik terhadap sesama. Apakah ini
kontradiksi atau saling melengkapi? Apapun jawabnya, kedua narasi menjadi
paradoks yang mau tak mau direkonsiliasi atau direnegosiasi dalam suatu
ketegangan tertentu yang kita hidupi sehari-hari.
2.
Motif Penulisan & Propaganda; yang menjadi
tantangan bagaimana menghayati iman Kristiani lewat warisan teks suci yang
dipenuhi motif propaganda dan justifikasi pendudukan lahan Kanaan oleh suku
bangsa Ibrani, motiv narasi legitimasi monarki Daud, dll. Hal-hal ini akan saya
elaborasi di tulisan mendatang.
3.
Isu Moral dan Hak Asasi Manusia
Alkitab secara teks tidak luput dari polemik dan kritik etika moral, sebagai
contoh adalah poin 1.3. tadi dimana Perjanjian
Lama (dan Perjanjian Baru pula) ditulis dalam peradaban yang menormalisasi dan
tidak masalah dengan adanya perbudakan, tentu ini bermasalah ketika kita atau
kalangan Kristen tertentu mengklaim bahwa menurut teks, Allah berpendapat bahwa
memperbudak atau mengeksploitasi kelompok masyarakat tertentu atau mendirikan
sebuah negara “Kristen” dimana satu versi tafsir diskriminatif tertentu dinobatkan
sebagai “kebenaran” Alkitabiah, semua itu menjadi tidak hanya diperbolehkan
namun adalah juga “mandat Ilahi”. Anda mungkin berpikir bahwa saya bercanda.
Namun inilah narasi yang digunakan di masa lalu untuk menjustifikasi dan
membela penjajahan kolonial, perbudakan, berbagai Gerakan fasisme, persekusi
kelompok religious minoritas, genosida dan penindasan lainnya berdasarkan diskriminasi
dan kecurigaan rasial atau strata social, dan apakah yang dimanfaatkan dan
disalahgunakan dalam semua ini? Ya, Alkitab.
4.
Evolusi keyakinan Eskatologis (terkait alam
baka, penghakiman setelah kematian, hari akhir / akhir zaman, dll)
Mengamati pergerakan penyusunan kitab-kitab dan peristiwa yang terjadi
di seputarnya (penghancuran & pembuangan Israel ke Babilonia +/- thn 597 SM,
penjajahan berulang di wilayah Palestina kuno oleh Persia, Yunani kemudia
Romawi, penganiayaan gereja perdana dan pengusiran mereka dari Sinagoge lewat
dekrit Jamnia/Yavne thn 90 Masehi, dll), kita dapat memahami bagaimana pergumulan
“theodicy” atau upaya memahami keadilan dan kasih Allah di tengah
ketidakpastian dan tragedi dunia (lih. 1.4. dan 1.5.) membawa pesan-pesan dalam
kitab-kitab apokrifa (deuterokanonika, utamanya 1 & 2 Makabe) berevolusi
penjadi keyakinan akan ganjaran di kehidupan selanjutnya (akhirat) dalam
Judaisme (yang diteruskan ke dalam Kekristenan).
Lagi-lagi iman yang terbentuk karena kontradiksi baik dalam teks maupun
antara iman dan kenyataan hidup, dan mungkin mengejutkan bagi sebagian kita,
penghayatan ini adalah hasil renegosiasi teologis dalam memaknai Allah alih-alih
asumsi bahwa semua sudah demikian sejak dulu (misal, di era monarki Daud dan
setelahnya).
Bagi Anda yang menjelajah perihal penggunaan kata γέεννα “Gehenna” yang kemudian diterjemahkan
sebagai “neraka” dalam banyak kutipan Injil, akan nampak jelas pula bagaimana
imajinasi surga maupun neraka pasca kematian yang kita miliki hari ini banyak
dipengaruhi oleh budaya popular terkemudian dan tentunya tidak ada dalam alam
pemikiran masyarakat Yahudi di abad pertama masehi. Sebagai konsekuensi, kita perlu
mempertimbangkan bahwa sementara kita mengimani ganjaran akhirat bagi kebaikan
dan kejahatan dalam bentuknya yang terselubung bahasa kiasan dan mitologi,
ajaran Kristus yang menyertai penggunaan kata “Gehenna” – yang nyaris selalu mengecam keserakahan dan
kekejaman manusia – adalah prioritas dan instruksi yang lebih
jelas dan karenanya tidak bisa diabaikan atau dinomorduakan.
No comments:
Post a Comment